Berita UI
Diungkap Mahasiswa S3 Psikologi UI, Banyak Mahasiswa Lakukan Kecurangan Akademik dan Saksi Diam
Banyak mahasiswa lakukan kecurangan akademik dan saksi diam. Hal ini tak patut dicontoh. Hal itu diungkap mahasiswa S3 Fakusltas Psikologi UI Anna.
Penulis: dodi hasanuddin | Editor: dodi hasanuddin
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, BEJI - Diungkap mahasiswa S3 Psikologi UI, Banyak mahasiswa lakukan kecurangan akademik dan saksi diam. Hal ini tak patut dicontoh.
Kecurangan akademik tak hanya dilakukan remaja yang berstatus pelajar, mahasiswa pun melakukannya.
Hal itu dapat dicegah dengan melaporkan tindakan kecurangan tersebut. Namun, kebanyakan saksi yang melihat kecurangan tersebut tak melaporkan.
Baca juga: Daftar Rektor Universitas Indonesia dari Masa ke Masa, Nomor Lima Seorang Letnan Jenderal TNI
Mereka justru lebih memilih diam.
Kondisi ini menarik perhatian Anna Armeini Rangkuti, mahasiswa program doktoral di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI).
Padahal, pelaporan oleh mahasiswa yang menyaksikannya dapat mencegah dan mengurangi terjadinya kecurangan.
Meskipun kecurangan akademik di semua jenjang pendidikan cukup mengkhawatirkan, namun kecurangan akademik yang terjadi di perguruan tinggi jenjang sarjana lebih mengkhawatirkan mengingat lulusannya akan segera memasuki dunia kerja.
Mahasiswa yang melakukan kecurangan akademik saat mengikuti pendidikan tinggi cenderung melakukan kecurangan juga saat berperan di dunia kerja, misalnya dengan melakukan korupsi dan kolusi yang berdampak negatif bagi institusi, masyarakat, dan negara.
Anna Armeini Rangkuti mengangkat topik tersebut dalam disertasi doktoralnya yang berjudul berjudul “Mekanisme Pelemahan Silence Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik Melalui PeranMediasi Seriousness of Academic Cheating dalam Perspektif Pengambilan Keputusan Etis”.
Anna mengidentifikasi motif yang melatarbelakangi diamnya (silence) mahasiswa yang mengetahui atau menyaksikan kecurangan akademik.
Penelitian tersebut juga menjelaskan mekanisme pelemahan silence berdasarkan perspektif pengambilan keputusan etis.
“Hal ini perlu dikaji karena banyaknya mahasiswa yang menyaksikan kecurangan tersebut namun tidak dilaporkan. Kedua adalah sensitivitas etis saksi kecurangan akademik yang mengabaikan dan menganggap peristiwa kecurangan adalah hal yang biasa akan terkikis secara bertahap," kata Anna
"Hal tersebut pada akhirnya membuat mereka menganggap kecurangan sebagai sesuatu yang dapat diterima meskipun kecurangan itu semakin parah dari waktu ke waktu,” tambahnya.
Baca juga: Sejarah Nama Rektor Universitas Indonesia, dari Zaman Belanda Hingga Diserahkan ke Pemerintah RI
Menurut Anna, penelitian ini berhasil mengidentifikasi empat motif utama silence mahasiswa saksi kecurangan akademik.
Empat motif tersebut, yaitu acquiescent (karena merasa tidak berdaya mengubah situasi), dan prososial (karena memiliki motif altruistik untuk membantu pelaku kecurangan atau untuk menjaga nama baik institusi).
Kemudian oportunistik (karena motif kepentingan pribadi dan tidak ingin direpotkan dengan prosedur pelaporan kecurangan), dan defensif (karena merasa takut akan konsekuensi yang dihadapi jika melaporkan kecurangan).
Hasil riset tersebut mengungkapkan, motif prososial dan defensif merupakan motif yang lebih dominan dibandingkan motif acquiescent dan oportunistik.
Motif silence prososial dapat dimaknai dari sisi empati mahasiswa yang menyaksikan kecurangan, yaitu empati kepada pelaku kecurangan yang kemungkinan akan mendapatkan kesulitan jika kecurangannya dilaporkan.
Baca juga: Mahasiswa Universitas Indonesia Temukan Inovasi Pembuatan Plastik dari Limbah Pati Aren dan Tapioka
Selain itu, motif silence prososial juga dapat dilihat dari sisi nilai budaya masyarakat kolektif yang berlaku di Indonesia.
Kehidupan di dalam budaya kolektif lebih mengutamakan keharmonisan dan solidaritas, bahkan salah satu indikasi kesejahteraan psikologis individu di tengah masyarakat kolektif adalah dengan sikap dan perilaku yang mengutamakan kepentingan orang lain.
Hal ini termasuk menolong orang lain agar tidak mendapat kesulitan dalam beragam sisi kehidupan.
“Motif silence defensif yang juga ditemukan sebagai motif yang dominan sangat terkait dengan hubungan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Motif silence defensif mahasiswa yang menyaksikan kecurangan akademik ditunjukkan dengan rasa takut disingkirkan dari pergaulan dan dimusuhi oleh mahasiswa lain akibat melaporkan kecurangan yang terjadi,” kata Anna yang juga merupakan dosen di Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Penelitian yang dilakukan Anna memiliki kontribusi praktis bagi pihak-pihak yang terkait dengan dunia pendidikan tinggi.
Pertama, peraturan yang terkait dengan kecurangan akademik perlu mencantumkan tanggung jawab peran mahasiswa saksi kecurangan secara eksplisit.
Kedua, tersedianya sarana pelaporan yang memadai, aman, dan menjaga kerahasiaan identitas pelapor.
Ketiga, standardisasi peraturan yang terkait dengan kecurangan akademik di kelas-kelas perkuliahan dan juga antarfakultas.
Baca juga: Aida Harumkan Universitas Indonesia di Turnamen Karate Internasional Wali Kota Surabaya Cup 2022
Standardisasi ini agar academic cheating awareness, seriousness of academic cheating, dan peer reporting judgment semakin menguat di benak mahasiswa serta memperbesar peluang terjadinya pelaporan kecurangan.
“Terakhir, mengingat pentingnya peran persepsi keseriusan kecurangan akademik untuk melemahkan silence mahasiswa yang menyaksikan terjadinya kecurangan, maka pihak dosen pengajar dan institusi pendidikan disarankan untuk melakukan sosialisasi tentang beragam dampak serius kecurangan akademik bagi kehidupan individu, institusi, bahkan negara. Kecurangan akademik merupakan persoalan yang serius yang idealnya ditangani juga dengan serius oleh seluruh sivitas akademika,” tutur Anna.
Sidang promosi doktor tersebut dilaksanakan di Aula Gedung D, Fakultas Psikologi UI, Depok, pada Selasa (10/1/2023).
Sidang ini diketuai oleh Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog dengan Promotor Prof. Dr. Guritnaningsih, Psikolog., dan Kopromotor Dr. Lucia Retno Mursitolaksmi, M.Sp.Ed., Psikolog.
Tim Penguji diketuai Prof. Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, M.Hum., Psikolog., dengan anggota Prof. Dr. Juke Roosjati Siregar, M.Pd, Psikolog.; Prof. Dr. Fahrurrozi, M.Pd.; Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., Psikolog.; dan Dr. Dewi Maulina, S.Psi., M.Psi. Psikolog.
Kisah Hidup CEO Maxima Impact Ivan Ahda Calon Ketua Umum Iluni UI, Usung Asuransi Kesehatan Alumni |
![]() |
---|
Vokasi UI Bikin Heboh Jepang, Tampilkan Video Tari Tradisional Berbasis Teknologi Virtual Reality |
![]() |
---|
UI Dapat Dukungan Dana Abadi dari ParagonCorp Senilai Ro 50 Miliar, Wujud Implementasi Kolaborasi |
![]() |
---|
UI Sambut Delegasi Zimbabwe Dipimpin Wakil Kepala Sekretaris Presiden, Bahas Kolaborasi Pendidikan |
![]() |
---|
Di Brasil, Rektor UI Sebut Pentingnya Kerja Sama dan Kolaborasi Antar Perguruan Tinggi Negara BRICS+ |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.