Opini
Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak Jadi Keresahan, Apakah Langkah Pemerintah Saat Ini Sudah Tepat?
Kasus Gagal ginjal akut pada anak menjadi keresahan di masyarakat. Apakah langkah Pemerintah saat ini sudah tepat?
Penulis: Veronica Chain
Mahasiswa Program Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Fenomena gagal ginjal akut pada anak menjadi keresahan, Apakah langkah Pemerintah saat ini sudah tepat?
Anak merupakan aset bangsa, oleh karena itu Negara mulai memperhatikan kesehatan dan kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dini, melalui berbagai progam kesehatan yang dimulai sejak anak lahir hingga remaja, seperti program imunisasi dan sebagainya.
Namun saat ini timbul keresahan masyarakat pada khususnya orangtua saat ini, sejak diberitakan adanya kejadian Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal atau biasa disebut GGAPA.
Pada akhir Agustus 2022, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menerima beberapa laporan mengenai peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak yang rata rata berusia dibawah 5 tahun tersebut.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia didapatkan bahwa sampai dengan 18 Oktober 2022, jumlah kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan sebanyak 206 dari 20 provinsi di Indonesia.
Dimana Angka kematian sebanyak 99 anak dengan angka kematian pasien yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mencapai 65 persen.
Hal ini sungguh merupakan jumlah yang cukup tinggi sehingga menimbulkan perhatian khusus dalam dunia kesehatan.
Kebijakan Pemerintah melalui Kemenkes RI telah dibuat, namun perlu kita telaah kembali hasil dari pelaksanaan kebijakan tersebut dalam mengatasi fenomena GGAPA di Indonesia.
Gejala yang ditimbulkan pada GGAPA adalah seperti diare, demam 3-5 hari, mual, muntah, batuk, pilek hingga jumlah pada air kecil sedikit sekali.
Beberapa orangtua khawatir hal ini merupakan dampak dari vaksin Covid-19 yang diberikan pada anak, namun hal ini kembali diyakinkan kepada masyarakat bahwa hal tersebut bukan merupakan dampak dari pemberian vaksin.
Kemudian akhirnya dilakukan penelitian lebih lanjut, dimana didapatkan dari hasil pemeriksaan bahwa tidak ada bukti pasien terinfeksi Covid-19 atau pemberian vaksin Covid 19 terhadap kejadian GGAPA, karena pada umumnya terjadi pada anak kurang dari 6 tahun, sedangkan program vaksinasi belum sampai kepada anak pada usia 1 sampai dengan 5 tahun.
Kemenkes RI menghimbau agar para masyarakat untuk tetap tenang dan sementara waktu tidak mengkomsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa konsultasi kepada dokter terlebih dahulu, dengan alternatif lain menggunakan obat dalam bentuk sediaan lain, seperti kapsul, tablet atau suppositoria dan sediaan lainnya.
Kemenkes RI menyimpulkan bahwa salah satu penyebab gagal ginjal ini adalah toksisitas dari etilen glikol.
“Kandungan etilen gliko itu seharusnya tidak ada di obat. Tapi ini terjadi cemaran pelarut di dalam obat. Makanya jadi toksik ke ginjal anak," kata Juru Bicara Kemenkes Syahril dalam konferensi pers beberapa waktu yang lalu.
Yang menjadi pertanyaan bagi masyarakat adalah mengapa obat-obat tersebut dapat lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)? sehingga terus diproduksi dan beredar di pasaran. Dan hal inilah yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat pada umumnya.
Kemenkes RI kemudian menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipical (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kemudian Surat Edaran SE Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang kewajiban penyelidikan Epidemologi dan Pelaporan kasus Gagal Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak yang juga ditujukan kepada Dinas kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Berbagai Organisasi Profesi di Indonesia.
Kementerian kesehatan melakukan himbauan kepada seluruh pelayanan kesehatan, apotek untuk tidak menjual obat dalam bentuk cair atau syrup secara bebas atau bebas terbatas, sampai dengan penelitian lebih danjut dan pengumuman dari BPOM dan Kemenkes RI.
Bahkan Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin menyatakan bahwa persoalan obat sirup adalah kewenangan BPOM, dan sampai dengan saat ini BPOM masih agresif mendeteksi obat-obatan tersebut.
Sebab, sebelumnya di dapatkan melalui hasil uji penelitian ada sebanyak 156 jenis obat sirup yang tidak menggunakan Etil Glikol (EG) dan Pelarut Glikol (PG).
Hingga keluar penjelasan BPOM RI Nomor HM.01.1.211.22.179 tanggal 17 November 2022 tentang Informasi Kesembilan Perkembangan Hasil pengawasan dan Penindakan Terkait Sirup Obat yang Mengandung Cemaran etilen Glikol /Dietilen Glikol.
Saat ini Kemenkes RI mengumumkan bahwa sudah menemukan antidot atau penawar Fomepizole yang di datangkan dari luar negeri dan telah diuji coba kepada 10 anak di RSCM dan terlihat kondisi anak mengalami GGAPA yang semakin membaik.
Selanjutnya 95 persen anak di RSCM menunjukkan dampak positif setelah mendapatkan obat tersebut, tingkat kemanjuran atau efikasi obat terbukti memberikan kesembuhan dan mengurangi perburukan gejala.
Obat vial yang diperkirakan seharga Rp 16 juta per vial tersebut diberikan secara gratis, yang dapat diberikan kepada anak hanya 1x pakai saja sudah cukup efektif.
Dan obat tersebut sudah didistribusikan ke beberapa rumah sakit rujukan atau vertikal pemerintah di seluruh Indonesia.
Hal yang menjadi perhatian adalah beberapa keluarga pasien GGAP melaporkan Kementerian Kesehatan, BPOM serta industri farmasi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas kasus tersebut.
Mereka mendesak agar kasus tersebut ditetapkan menjadi kejadian luar biasa (KLB). Sebab, belum merata nya pengobatan dan perhatian khusus bagi anak dan keluarga yang menderita GGAPA.
Saat ini perlu dikaji kembali oleh Pemerintah Indonesia melalui kebijakan yang dibuat dalam mengembalikan kembali kepercayaan masyarakat terhadap produksi dan distribusi obat yang beredar ke masyarakat yang telah melalui uji penelitian yang dilakukan oleh BPOM serta upaya Pemerintah dalam perawatan dan pengobatan pada anak yang menderita GGAPA.
Kebijakan Pemerintah dalam Tatalaksana Perawatan dan Pengobatan Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipical (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) mungkin dapat diperlukan guna tersalurkan secara merata perawatan dan pengobatan pada seluruh anak-anak yang menderita dengan bekerjasama dengan BPJS.
Beberapa kelemahannya adalah belum terlaporkan kasus tersebut secara menyeluruh, sehingga mengalami kesulitan dalam mendeteksi kasus ini.
Meski demikian tidak ada salahnya untuk menertibkan kembali fasilitas kesehatan yang tidak memberikan laporan.
Fasilitas kesehatan diminta memberikan laporan bila menemukan kasus tersebut sehingga penanganan terhadap anak yang mengalami gejala GGAPA lebih cepat tertangani.
Kasus GGAPA sudah mengalami penurunan, namun sampai saat ini masih ada.
Penurunan kasus itu terjadi berkat langkah-langkah pemerintah yang cepat dalam menindaklanjuti kasus tersebut.
Khususnya Kemenkes RI dalam melaksanakan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipical (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) dan Surat Edaran SE Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang kewajiban penyelidikan Epidemologi dan Pelaporan kasus Gagal Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury).
Namun sampai saat ini masih ada. Oleh sebab itu, Kemenkes RI harus lebih cepat menangani kasus GGAPA untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap obat-obatan di Indonesia.
Rekomendasi kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan khususnya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan BPOM adalah:
1. Melakukan koordinasi yang cukup ketat dengan BPOM dalam deteksi dini dan audit terhadap semua obat obatan yang akan dan sudah beredar di Indonesia, baik yang diproduksi dari dalam maupun dari luar negeri, baik komposisi obat sampai dengan efek dan kegunaan obat tersebut secara rutin.
2. Melakukan supervisi terhadap seluruh fasilitas kesehatan baik Rumah Sakit Negeri, Swasta, Klinik, maupun apotik dan sejenisnya untuk tidak menjual obat obatan yang telah ditetapkan BPOM sebagai obat yang mengandung Etil Glikol (EG) dan Pelarut Glikol (PG) dan menarik semua obat obatan tersebut dari perusahaan obat yang memproduksinya agar mencegah adanya peredaran kembali obat tersebut, dikarenakan belum semua masyarakat paham atau tersampaikan mengenai jenis obat yang aman untuk dikonsumsi.
3. Membuat informasi kesehatan masyarakat dalam bentuk Gerakan Hidup Sehat (Germas) dan menerapkan Perilaku Hidup Bersih (PHBS) terutama dalam Upaya Pencegahan GGAPA pada anak kembali meningkat, baik melalui Organisasi IDI, IDAI , PPNI, IBI , IAI, media sosial dan media massa, bahkan seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia.
4. Melakukan penanganan serius dan bijaksana terhadap pasien anak yang masih mengalami penyakit GGAPA secara adil dan merata baik perawatan maupun pengobatan dengan melalui jaminan kesehatan dari BPJS.
5. Membuat Panduan, Pedoman dan Standar Prosedur Operasional Pencegahan dan Tata Laksana Pengobatan Gagal Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak yang dapat dijadikan sebagai regulasi oleh Manajemen seluruh fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.
Dengan terlaksananya kebijakan yang dengan cepat dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah, Kemenkes RI dan BPOM diharapkan dapat dievaluasi dan disupervisi kembali ke seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia.
Sehingga kepercayaan masyarakat akan beberapa program kesehatan yang diberikan Pemerintah semakin meningkat, sesuai dengan visi dan misi Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024 menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan.
Anak adalah Aset Bangsa, maka menjadi tugas kita untuk menciptakan manusia yang produktif dan sehat demi kejayaan bangsa. Mari Hidup Sehat.
Referensi:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM). 2022. https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/165/PENJELASAN BPOM RI NOMOR HM.01.1.2.11.22.179. Tanggal 17 November 2022 tentang Informasi kesembilan perkembangan hasil pengawasan dan penindakan terkait Sirup Obat yang mengandung Cemaran etilen Glokol/Dietilen Glikol.
Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipical (Atypical Progressive Acute Kidney Injury)
News Detik.com. 9 Desember 2022. Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut Mengadu ke Komnas HAM https://dtk.id/NfKHb3
Sekretariat kabinet Republik Indonesia. 2022. Kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak Meningkat, Kemenkes Minta Orang Tua Waspada. https://setkab.go.id/kasus-gagal-ginjal-akut-pada-anak-meningkat-kemenkes-minta-orang-tua-waspada/
Surat Edaran SE Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang kewajiban penyelidikan Epidemologi dan Pelaporan kasus Gagal Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury)
* Isi artikel di luar tanggung jawab Redaksi TribunnewsDepok.com (sepenuhnya tanggung jawab penulis).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/depok/foto/bank/originals/Mahasiswa-FIK-UI-Veronica-Chain.jpg)