Metropolitan
Perubahan Nama 22 Jalan Dinilai Sejarawan UI Berpotensi Menghilangkan Nilai Sejarah & Budaya Jakarta
Perubahan Nama 22 Jalan Jakarta Dinilai Sejarawan Universitas Indonesia Berpotensi Menghilangkan Nilai Sejarah dan Budaya. Berikut Alasannya
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Nilai sejarah dan budaya pada nama jalan yang diganti Pemprov DKI Jakarta berpotensi hilang. Soalnya beberapa nama jalan yang diganti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada pekan lalu, ada yang mengandung nilai historis bagi masyarakat setempat.
Sejarawan dari Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal mengatakan, penggantian nama jalan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Apalagi jika perubahan nama jalan itu dilakukan secara asal tanpa menimbang baik-buruknya penggantian nama tersebut.
“Jika asal akan menimbulkan kerugian kehilangan sejarah dan nilai budaya. Sebab pada nama tempat, nama jalan juga tersimpan sejarah dan nilai budaya yang penting,” kata Rizal kepada wartawan pada Kamis (30/6/2022).
Rizal mencontohkan, misalnya pada nama Jalan Warung Buncit Raya di Jakarta Selatan yang kini berubah menjadi JALAN Hj Tutty Alawiyah. Ruas jalan itu dianggap memiliki sejarah keindahan toleransi dan inklusivitas masyarakat Betawi.
Mereka yang identik dengan Islam memberi nama jalannya dengan figur seorang Tionghoa, Tan Boen Tjit. Nama ini, kata dia, yang kemudian menjadi toponimi Warung Buncit.
Namun kini, diganti menjadi nama Tutty Alawiyah yang merupakan Menteri Peranan Wanita Indonesia di era Presiden Soeharto pada 1998-1999. “Bukankah ini nilai sejarah budaya yang penting buat kekinian kita,” ujar Rizal.
Begitu juga pada nama Jalan Kebon Kacang di Jakarta Pusat yang kini menjadi Jalan M. Mashibi dan Jalan Bambu Apus di Jakarta Timur menjadi Jalan Mpok Nori. Rizal berucap, kedua nama jalan yang sebelumnya justru mengandung pesan leluhur untuk mengajak masyarakat agar mengorientasikan kota ke masa depan sebagai kota hijau.
“Nah, ini pesan yang penting karena sekarang Jakarta krisis ruang terbuka hijau,” ucapnya.
Baca juga: Rintis Bisnis Ikan Koi Dari Nol, 2Brothers Koi Bogor Sukses Juarai Kontes Koi Tingkat Nasional
Baca juga: Ponpes Riyadul Jannah-Lokasi Dugaan Pencabulan Belasan Anak Santriwati Rupanya Tak Disukai Warga
Menurut dia, hal yang terpenting pada penggantian nama jalan sebetulnya bukan pada tokohnya. Meskipun dari 22 nama yang telah ditetapkan ada tokoh yang belum jelas peran sejarahnya, tetapi dia menganggap adanya kurang kehati-hatian dalam proses memilih tempat untuk menaruh nama tokoh tersebut.
“Cobalah tengok dengan saksama PP Nomor Nomor 2 tahun 2021 (tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi). Peraturan ini masih banyak bolongnya tetapi sudah menegaskan bahwa seharusnya setiap pemerintah harus menginventarisasi dulu seluruh nama jalan di tempatnya, sehingga tahu mana yang belum bernama atau bernaka tetapi tidak sesuai dengan aturan rupabumi atau asing dari visi identitas kota,” jelasnya.
“Dari sini kemudian dapat ditentukan untuk menempatkan atau mengganti nama jalan,” tutupnya.
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta mengabadikan sejumlah tokoh Betawi sebagai nama jalan, gedung dan zona khusus dalam rangka menjadikan Jakarta sebagai kota yang menghargai sejarah.
Pengabdian nama-nama tokoh Betawi pada ruang publik itu secara simbolis diresmikan di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022).
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan pemberian nama jalan ini sebagai bentuk upaya penghormatan untuk mengenang kontribusi besar para tokoh Betawi tersebut.
“Mereka adalah pribadi yang dikenang karena mereka memberikan manfaat bagi sesama, mereka ini adalah pribadi yang kita kenang karena hidupnya dihibahkan untuk kemajuan,” ucapnya.
Adapun rincian nama jalan yang diubah sebagai berikut:
Di Jakarta Pusat
1. Tino Sidin adalah seorang tokoh seni lukis dan pendidikan melukis/menggambar anak yang terkenal karena mengisi pogram TV di TVRI, juga dikenal pada era revolusi kemerdekaan berperan dalam militer. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Cikini VII.
2. Mahbub Djunaidi adalah seorang tokoh yang dikenal sebagai ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), juga dikenal sebagai wartawan, sastrawan, kolumnis, agamawan dan politikus. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Srikaya, sekitar Kebon Sirih.
3. Raden Ismail adalah kemenakan dari pahlawan nasional MH Thamrin yang aktif di dunia seni peran yang pernah berkeliling hingga ke Singapura, Malaya dan Thailand bersama grup opera dan dikenal sebagai aktor Betawi era 1950-an. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Buntu.
4. A. Hamid Arief adalah seorang aktor Indonesia yang aktif pada era tahun 1950-1980-an. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Tanah Tinggi 1 Gang 5.
5. H. Imam Sapi’ie adalah Pahlawan Kemerdekaan yang berjuang melawan penjajah, pernah diangkat menjadi Menteri Urusan Keamanan Rakyat pada zaman revolusi. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Senen Raya.
6. Abdullah Ali adalah seorang putra Betawi yang dijuluki maestro dan legenda perbankan Indonesia. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan SMP 76.
7. M. Mashabi adalah seorang pemusik yang turut serta memperkenalkan gaya musik melayu modern. Namanya ditetapkan sebagai nama jalan di Jalan Kebon Kacang Raya sisi Utara.
8. H.M Saleh Ishak merupakan putra asli Jakarta dan Pahlawan Kemerdekaan pada tahun 1945-1950an. Namanya ditetapkan sebagai nama jalan Kebon Kacang Raya sisi Selatan.
Di Jakarta Utara
1. Mualim Teko merupakan ulama Betawi yang wafat di Kapuk Teko. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di depan Taman Wisata Alam Muara Angke.
Di Jakarta Barat
1. Guru Ma’mun adalah seorang intelektual sekaligus ulama Betawi di Rawa Buaya Cengkareng, Jakarta Barat. Namanya dijadikan nama jalan di Jalan Rawa Buaya.
2. Syekh Junaid Al Batawi adalah ulama Betawi yang menyebarkan agama Islam di Betawi pada abad ke-18. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Lingkar Luar Barat (dari Pasar Cengkareng ke arah Kamal).
Di Jakarta Selatan
1. H. Rohim Sa'ih yang pernah menyediakan lahan untuk disewakan guna pembuatan Perkampungan Budaya Betawi yang sekarang kita kenal dengan Zona Embrio. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Bantaran Setu Babakan barat.
2. KH. Ahmad Suhaimi adalah seorang tokoh masyarakat yang dikenal sebagai penggagas berdirinya Masjid Baitul Ma’mur (kini menjadi Masjid Raya Baitul Ma’mur), juga beberapa masjid di sekitar Kelurahan Srengseng. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Bantaran Setu Babakan Timur.
3. KH. Guru Amin adalah seorang ulama yang turut berjuang melawan penjajahan pada masa revolusi. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Raya Pasar Minggu sisi utara.
4. Hj. Tutty Alawiyah adalah seorang mantan Menteri pemberdayaan perempuan, akademisi/dosen, dan ulama Wanita. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Warung Buncit Raya.
Di Jakarta Timur
1. Mpok Nori adalah seorang komedian Betawi. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan Bambu Apus Raya.
2. H. Bokir bin Dji’un adalah seorang seniman topeng Betawi yang namanya diusulkan untuk sebagian ruas Jalan Raya Pondok Gede, yakni dari Hek sampai Prapatan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
3. Haji Darip adalah seorang yang piawai dalam ilmu bela diri, pendakwah dan pejuang pada masa revolusi yang dijuluki Panglima Perang Klender. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan Bekasi Timur Raya.
4. Entong Gendut adalah seorang pejuang terhadap perlawanan rakyat dari daerah Tanjung Oost (saat ini kampung Gedong, Condet). Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan Budaya.
5. Rama Ratu Jaya adalah seorang guru bela diri yang berjuang melawan penjajahan Belanda pada tahun 1869. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan BKT sisi barat.
Di Kepulauan Seribu
1. Habib Ali bin Ahmad adalah seorang yang dikenal sebagai ulama dan mubaligh yang pertama kali menyebarkan Islam di Pulau Panggang dan sekitarnya. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Pulau Panggang.
2. Kyai Mursalin adalah seorang yang dikenal sebagai ulama yang piawai dalam ilmu bela diri. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Pulau Panggang.