Viral Media Sosial
Buntut Viralnya Aksi Penghentian Eksekusi Rumah di Serpong, AKBP Sharly Sollu Dilaporkan ke Propam
Viral Hentikan Juru Sita PN Tangerang Eksekusi Rumah, Kapolres Tangsel Dilaporkan ke Propam. Diduga Langgar Hukum Acara Perdata & Kode Etik Kepolisian
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, TANGSEL - Buntut viralnya penghentian eksekusi, Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Sharly Sollu dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri pada Jumat (18/3/2022).
Pelaporan dilakukan Kuasa hukum pemilik rumah, Swardi Aritonang SH, MH dan Granaldo Yohanes Tindangen SH, MH lantaran AKBP Sharly Sollu diduga melakukan Pelanggaran Hukum Acara Perdata dan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia.
Sebab, diketahui AKBP Sharly Sollu menghentikan eksekusi yang dilakukan Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Tangerang atas sebidang tanah dan bangunan di Perumahan Astek, Jalan Keuangan Blok A 108, Lengkong Gudang Timur, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten pada Rabu (9/3/2022).
Padahal, AKBP Sharly Sollu selaku aparat penegak hukum seharusnya melakukan upaya pengamanan dan penegakan hukum, sehingga proses eksekusi yang dilakukan Juru Sita PN Tangerang berjalan dengan baik.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yakni 'Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat'.
Namun sebaliknya, AKBP Sharly Sollu justru menghentikan eksekusi dengan alasan penghuni rumah tengah menjalani isolasi mandiri lantaran terkonfirmasi covid-19.
"Penghentian eksekusi oleh Kapolres dengan pertimbangan kemanusiaan dan hati nurani adalah tidak tepat, karena termohon (Puri Ganilawati) tak mau dites PCR. Selain itu yang berwenang melakukan pertimbangan adalah Ketua Pengadilan, dalam hal ini diwakili juru sita," ungkap Swardi pada Selasa (22/3/2022).
"Sedangkan, peran Kepolisian upaya pengamanan dan penegakan hukum. Hal ini jelas menimbulkan polemik hukum di masyarakat dan tidak menunjukkan wibawa hukum," jelasnya.
Baca juga: Ditagih Janji karena Hentikan Juru Sita PN Tangerang Eksekusi Rumah, Ini Jawaban Kapolres Tangsel
Baca juga: Sepekan Viralnya Penundaan Eksekusi Rumah di Serpong, Kuasa Hukum Tagih Janji Kapolres Tangsel
Lebih lanjut dipaparkannya, Lembaga Negara yang dapat melakukan eksekusi suatu putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) adalah pengadilan negeri terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 195 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) Stbl 1941 No. 44 HIR.
Dalam Pasal 195 Alinea ke-2 HIR berbunyi, 'Putusan hakim perdata dilakukan oleh Panitera atas perintah Hakim Pengadilan Negeri'.
Selain itu, diatur dalam Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi 'Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan'.
Oleh karena itu, keputusan AKBP Sarly Sollu menghentikan eksekusi yang dilakukan juru sita dinilainya melanggar Perkap Nomor 14 Tahun 2011, khususnya Pasal 7 huruf C yang berbunyi 'Setiap anggota Polri wajib menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural'.
"Menghentikan eksekusi yang sedang dilaksanakan juru sita atas perintah Ketua Pengadilan dan mengambil keputusan dengan pertimbangan-pertimbangan itu bertentangan dengan prosedur hukum dan ketentuan perundangan-undangan," jelas Swardi.
"Sikap seperti itu kan domain hakim. Dalam hukum acara perdata dijelaskan kewenangan untuk menghentikan atau menunda proses jalannya eksekusi sepenuhnya adalah wewenang Ketua Pengadilan," jelasnya.
"Apakah tindakan penghentian ini bertentangan dengan hukum? kami telah mengadukan kasus ke Divisi Propam Mabes Polri sebagai pihak yang berwewenang menyelidiki, memeriksa dan memutuskan suatu dugaan pelanggaran kode etik di Kepolisian," tutup Swardi.
Hingga kini, dirinya mempertanyakan kepastian hukum imbas penundaan eksekusi yang dilakukan AKBP Sarly Sollu.
Sebab, kliennya, Fahra Rizwari selaku pemilik sah atas tanah dan bangunan sesuai Risalah Lelang nomor 410/23/2020 Tanggal 22 September 2020 itu belum mendapatkan haknya hingga saat ini.
"Obyek eksekusi masih dikuasai termohon, padahal Kapolres sudah memberikan waktu seminggu. Bahkan termohon juga sudah sehat dan mendatangi klien kami menyatakan dia tidak mau keluar rumah," jelasnya.
Kuasa Hukum Minta Kapolda Evaluasi Kinerja Kapolres
Proses eksekusi yang dilakukan Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang terhadap sebidang tanah dan rumah di Perumahan Astek, Jalan Keuangan Blok A 108, Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten pada Rabu (10/3/2022) berujung gagal.
Penyebabnya, pihak Kepolisian meminta Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang dan Swardi Aritonang selaku Kuasa Hukum Termohon, Fahra Rizwari untuk menunda eksekusi.
Peristiwa tersebut terjadi sesaat Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang membacakan Surat Penetapan Eksekusi Pengosongan dan Penyerahan Nomor 118/PEN.EKS/2021/PN.TNG yang ditandatangani Ketua Pengadilan Negeri Tangerang, H Minanoer Rachman pada tanggal 14 Februari 2022.
Dalam surat tersebut, Pengadilan Negeri Tangerang menyebutkan Fahra Rizwari sebagai pemilik dari sebidang tanah dan bangunan sesuai dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 112/ Lengkong Gudang seluas 315 meter persegi sesuai dengan Risalah Lelang Nomor 410/23/2020 tanggal 22 September 2020.
"Berdasarkan Surat Penetapan jelas klien kami sebagai pemenang lelang yang telah dilaksanakan di KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) Tangerang. Pihak Pengadilan juga sudah menerbitkan Surat Peringatan kepada Termohon, tetapi hingga eksekusi dilakukan Termohon tidak juga meninggalkan rumah," jelas Swardi Aritonang pada Kamis (10/3/2022).
Namun, Kapolres Tangerang Selatan AKBP Sarly Sollu yang datang ke lokasi eksekusi justru meminta pihaknya untuk menunda eksekusi.
AKBP Sarly Sollu beralasan penghuni rumah, yakni Puri Ganilawati dan kedua anaknya tengah menjalani isolasi mandiri lantaran terkonfirmasi covid-19.
"Demi kemanusiaan saya minta ditunda," ungkap AKBP Sarly Sollu.

Terkait hal tersebut, Aritonang menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Puskesmas kecamatan Serpong yang telah menghadirkan perawat dan dokter ke lokasi eksekusi.
Mereka diungkapkannya akan memindahkan penghuni rumah ke lokasi isolasi mandiri yang lebih layak.
Namun, lanjutnya, penghuni rumah tetap menolak, dan menutup kamar.
Mereka tetap bersikeras tak ingin meninggalkan rumah yang bukan lagi milik mereka.
Bahkan, pemilik rumah justru menghadirkan massa untuk melakukan penghadangan ketika Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang melakukan eksekusi.
"Saya akan proses ini, terus terang saya kecewa. Kami tidak dilindungi pak, harusnya dibela putusan ini, ini melaksanakan hukum pak," ungkap Aritonang.
"Kami membela putusan, tapi tidak membela perbuatan yang melawan hukum," sanggah AKBP Sarly Sollu.
"Yang mana yang melawan hukum pak, Bapak jangan asal bilang perbuatan yang melawan hukum," tanya Aritonang.
Aritonang menyebutkan penolakan yang berujung aksi dorong yang dilakukan massa justru dinilainya sebagai perbuatan yang melawan hukum.
Sebab tak hanya melukai, tetapi juga menghalangi proses eksekusi yang dilakukan Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang.
"Tugas aparat menjaga keamanan kami di sini, saya pikir begitu. Kalau saya dipukul orang-terjadi apa-apa di sini, saya akan permasalahkan polisi, ke mana?," tanya Aritonang.
"Saya sudah didorong-dorong, saya biarkan. Dipukul pun saya terima, itu sudah menjadi resiko dari tanggung jawab saya," ungkapnya.
Pernyataan Aritonang rupanya tak digubris AKBP Sarly Sollu.
Dirinya tetap meminta Kuasa Hukum Pemohon dan Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang untuk menunda eksekusi.
"Dengan hati nurani, berilah kesempatan, ini manusia. Kalau keluargamu digituin gimana?" sanggah AKBP Sarly Sollu.
"Loh bukannya begitu, di sini Ketua Pengadilan yang berwenang, bukan Kapolres. Sampaikan ke Pengadilan kalau seperti itu, jangan kepada kami-Pemohon. Saya sudah dimaki-maki-dirotong dorong, aparat tidak ada," jelas Aritonang.
"Tidak ada yang membela-tidak ada yang berpihak, kita harus menjadi penengah, kita tawarkan jalan yang terbaik," balas AKBP Sarly Sollu.
Mengakhiri perdebatan, Juru Sita Pengadilan Negeri Tangerang dan pihak termohon akhirnya memutuskan untuk meninggalkan lokasi eksekusi.
Eksekusi pun ditunda sesuai dengan keinginan AKBP Sarly Sollu hingga sepekan mendatang.
Kapolda Metro Jaya Diminta Evaluasi Kinerja Kapolres
Terpisah, Swardi mempertanyakan keputusan AKBP Sarly Sollu yang menunda eksekusi.
Sebab menurutnya, aparat Kepolisian seharusnya lebih mendukung pelaksanaan eksekusi dengan menjaga keamanan.
"Kami meminta Kapolda untuk evaluasi kinerja pak Kapolres yang menunda eksekusi, padahal eksekusi sesuai hukum," ungkap Swardi.
"Klien kami keberatan dan dirugikan dengan gagalnya eksekusi. Kami keberatan dengan Kapolres yang menunda eksekusi dan belum ada kepastian waktu untuk keluar dari rumah yang merupakan hak klien kami," jelasnya.