Kriminalitas

Replik Praperadilan Pelaku UMKM, Penyidik Polresta Tangerang Dinilai Kuasa Hukum Tak Beritikad Baik

Sampaikan Replik Dalam Praperadilan Pelaku UMKM, Penyidik Polresta Tangerang Dinilai Kuasa Hukum Tak Beritikad Baik

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Sidang praperadilan penetapan tersangka seorang pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yakni TS dan M di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada Selasa (21/12/2021).  

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan terkait penetapan tersangka pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan termohon Polresta Tangerang terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada Selasa (21/12/2021).

Kali ini, Advokat LQ Indonesia Law Firm, Alfan Sari selaku Kuasa Hukum TS dan M menyampaikan replik atau bantahan dari termohon yang diwakili Bidang Hukum (Bidkum) Polda Banten dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Tangerang pada Jumat (17/12/2021).

Pihak termohon mengakui tak menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) karena tak ada sanksi.

"Dari jawaban termohon ada pengakuan secara implisit bahwa termohon tahu adanya pasal 109 KUHAP mengenai kewajiban untuk memberikan SPDP dalam tujuh hari karena merupakan hak konstitusi dan HAM dari para pemohon," ungkap Alfan Sari dalam replik. 

"Namun tidak diberikan, karena oknum penyidik merasa tidak ada sanksi dan akibat hukumnya," paparnya.

Jawaban Bidkum Polda Banten, menurutnya memperkuat dalil pemohon, yakni tidak adanya itikad baik dari termohon.

"Atau lack of good faith dari penyidik Polresta Tangerang," imbuhnya. 

Baca juga: Penetapan Tersangka Pelaku UMKM Dinilai Salahi Aturan, Kuasa hukum Praperadilankan Polda Banten

Baca juga: Judicial Review UU KUHP, Alvin Lim: Jika Disetujui, Penghentian Penyelidikan Dapat Dipraperadilankan

Selain itu, tindakan tersebut ditegaskannya melanggar hukum formiil yang diatur dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130/PUU-XIII/2015. 

Atas hal tersebut, dirinya menyayangkan tindakan pihak Kepolisian sebagai aparat penegak hukum.

"Apakah harus ada sanksi dulu baru pihak Kepolisian akan mengikuti aturan hukum acara pidana atau hukum formiil?," tanyanya. 

"Jika seperti itu, tolong dengar wahai Presiden dan Wakil Rakyat, tolong dibuat revisi Undang-undang agar pelanggaran pelaksanaan hukum pidana oleh aparat penegak hukum," ungkap Alfan.

"Agar ada sanksinya supaya bisa ditaati oleh aparat penegak hukum yang menegakkan proses hukum," tambahnya. 

Baca juga: Apresiasi dan Dukung Rotasi Besar-besaran Kapolri, LQ Indonesia Lawfirm: Kapolri Tak Sendiri

Baca juga: Demi Hak Asasi Manusia, LQ Indonesia Lawfirm Bakal Tempuh Jalur Hukum Soal Polemik Remisi Koruptor

Ditegaskannya, penegakan hukum tidak boleh dilakukan lewat pelanggaran hukum maupun Hak Azasi Manusia (HAM).

"Hal ini diatur dalam Pasal 28D ayat 1 tentang Kepastian Hukum yang Adil," jelasnya.

Tak hanya kuasa hukum, para pemohon, yakni TS dan M menyayangkan tindakan penyidik Polresta Tangrang.

"Untung saya telpon LQ di 0817-489-0999 dan berikan kuasa kepada tim LQ Indonesia Law Firm. Sekarang ada perlawanan melalui praperadilan," jelas TS.

Penetapan Tersangka Pelaku UMKM Dinilai Salahi Aturan, Kuasa Hukum Praperadilankan Polda Banten

Diberitakan sebelumnya, penetapan tersangka terhadap dua orang pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yakni Thomas Susanto dan Meriana dinilai menyalahi aturan.

Terkait hal tersebut, advokat LQ Indonesia Lawfirm selaku Kuasa Hukum keduanya mengajukan praperadilan kepada Polda banten.

Sidang perdana praperadilan itu digelar di Pengadilan Negeri Tangerang pada Jumat (17/12/2021).

Sidang diawali dengan pemeriksaan administrasi oleh Hakim Emy Tjahjani Widiastoeti.

Di antaranya kelengkapan surat para advokat dari LQ Indonesia Lawfirm, di antaranya Alvin Lim, Alfan Sari, dan Hamdani.

Selanjutnya, Alfan Sari menyampaikan perubahan atas permohonan praperadilan yang berjudul 'Projustitia Tanpa Melanggar HAM'.

Dipaparkannya, terdapat pelanggaran formiil dalam penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Polda Banten terhadap para pemohon.

“Atas dua pelanggaran hukum fatal yaitu pertama pelapor Radius Simamora, SH tidak punya legal standing karena bukan korban atau pihak kepentingan dalam perkara yang disangkakan,” ujar Alfan.

“Pasal 103 UU Merek dengan jelas, menyebutkan bahwa Pasal 100 hingga 102 adalah delik aduan, sehingga hanya korban atau pihak berkepentingan yang berhak mengajukan laporan polisi, bukan Radius Simamora. Dengan memproses aduan Radius Simamora, Polda Banten sudah melanggar Pasal 1 angka (25) KUHAP juncto Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015,” paparnya.

Baca juga: Judicial Review UU KUHP, Alvin Lim: Jika Disetujui, Penghentian Penyelidikan Dapat Dipraperadilankan

Baca juga: Gugatan Praperadilan Dipo Latief Ditolak Pengadilan, Pengacara Nikita Mirzani: Gugatan Salah Alamat!

Kedua, kata Alfan, adanya pelanggaran hukum formiil atau KUHAP, Pasal 109 ayat (1) KUHAP juncto Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015, yakni kewajiban penyidik untuk memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban atau pelapor.

“Diketahui bahwa termohon (Polda Banten) tidak pernah memberikan SPDP yang menjadi hak para pemohon, dan dapat kami buktikan dengan rekaman pembicaraan dengan petugas Polres Kota Tangerang dan Kejari Tangerang yang mengatakan tidak pernah menerima SPDP terkait,” papar Alfan.

“KUHAP jelas mengatur kewajiban sebagai sesuatu yang harus dilakukan, tidak boleh tidak,” jelasnya.

Founder sekaligus Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim pun menyoroti tindakan aparat penegak hukum yang dinilai semena-mena menegakkan hukum dengan melanggar HAM.

“Masyarakat menaruh kepercayaan dan harapan bahwa Yang Mulia Hakim dapat dengan tegas menolak proses pro justitia yang melanggar HAM maupun hak konstitusional yang diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 mengenai kepastian hukum yang adil,” papar Alvin.

Penegakan hukum, kata dia harus dilakukan tanpa melawan hukum.

“Sebab apabila aparat penegak hukum menegakkan hukum dengan cara melawan hukum, maka aparat penegak hukum itu tidak ada bedanya dengan kriminal yang mereka adili dalam proses hukum,” jelasnya.

Baca juga: Senang Gugatan Praperadilan Dipo Latief Ditolak Pengadilan, Nikita Mirzani: Dia Selalu Cari Masalah

Baca juga: Nikita Mirzani Akan Lapor Polisi, Serang Balik Dipo Latief yang Gugat Praperadilan ke Pengadilan

Menurut Alvin, Thomas dan Meriana merupakan pedagang UMKM di Kota Tangerang yang diduga sudah beberapa kali diperas dengan cara dilaporkan oleh oknum pengacara yang bekerja sama dengan oknum Polres Kota Tangerang.

Dua laporan polisi sebelumnya, kata Alvin di-SP3 ketika Thomas Susanto dan Meriana membayar ‘uang damai’.

“Ketika terjadi ketiga kalinya, Thomas menghubungi LQ di 0817-489-0999 dan menanyakan posisi hukumnya," jelas Alvin.

"Setelah diinfokan bahwa proses pro justitia yang dilakukan oleh Polres Tangerang diduga melawan hukum formiil dan tidak memiliki legal standing, maka Thomas memberikan kuasa kepada LQ Indonesia Lawfirm untuk melakukan praperadilan atas penetapan tersangka,” paparnya.

Bidang Hukum Polda Banten sendiri usai pembacaan permohonan praperadilan LQ, seketika mengajukan keberatan atas perubahan isi permohonan.

Hakim kemudian mempersilakan mereka untuk memberikan tanggapan pada sidang yang dijadwalkan digelar pada Senin, 20 Desember 2021.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved