Opini
Problematika Penghapusan Jejak Digital, Hak untuk Dilupakan atau Right To Be Forgtten di Indonesia
Inilah problematika penghapusan jejak digital, hak untuk dilupakan atau right to be forgotten di Indonesia.
Penulis: dodi hasanuddin | Editor: dodi hasanuddin
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, PANCORAN MAS - Problematika penghapusan jejak digital, hak untuk dilupakan atau right to be forgotten di Indonesia.
Sahabat Rasulullah Abu Hurairah RA dikaruniai memiliki daya ingat sangat luar biasa
Dengan memiliki daya ingat yang sangat kuat, Abu Hurairah RA, dapat dengan mudah mengingat semua detail perkataan Nabi Muhammad SAW.
Bahkan, kemampuan mengingatnya tersebut dapat dipertahankan Abu Hurairah RA hingga akhir hayatnya.
Di zaman kemajuan teknologi, dalam menghadapi keterbatasan untuk mengingat terhadap suatu informasi, manusia menyiasatinya dengan menggunakan catatan, perekam digital, atau upaya lainnya.
Saat ini banyak informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bersifat "abadi" sebagai bentuk dari "jejak digital".
Harus diakui, mesin pencarian di Google dapat memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi serta membantu dalam mengingat.
Akan tetapi, di sisi lain dapat berpotensi membebani proses mental seseorang jika orang tersebut menginginkan "hak untuk dilupakan" atau “Right to be Forgotten” atas jejak digital masa lalu yang berisikan data pribadi dengan asumsi informasi elektronik atau jejak digital tersebut sudah tidak relevan.

Di dalam Undang-undang Privasi Perancis tahun 1978, menetapkan prinsip utama dari hak untuk dilupakan.
Dengan menggambarkan tujuan hak untuk dilupakan, untuk menjadi sarana bagi subyek data dalam meminta pengontrol data agar dapat memperbaiki, melengkapi, memperbaharui, mengunci, atau melakukan penghapusan data pribadi.
“Hak untuk dilupakan” secara historis, muncul ketika seorang warga negara Spanyol bernama Mario Costeja Gonzales melayangkan gugatan terhadap surat kabar Spanyol La Vanguardia, dan Perusahaan Google dengan dalil, bahwa penelusuran atas namanya pada pencarian Google tidaklah sesuai.
Hasil pencarian dengan penelusuran di Google atas keyword namanya, memunculkan tautan peristiwa pada masa lalu, berkaitan dengan kepemilikan hutang dan berita pelelangan rumah miliknya.
Padahal dirinya sudah menjalani keputusan hukum dengan melunasi hutang tersebut.
Akhirnya, Mario Costeja Gonzales mengajukan dua (2) permohonan kepada La Agencia Espanola de Proteccion de Datos atau Badan perlindungan data pribadi Spanyol.
Permohonan Pertama, meminta surat kabar La Vanguardia menghapus berita terkait dirinya yang terpaksa menjual aset karena terlilit hutang.