Berita UI
Pakar Ekonomi Digital FEB UI Akui Barang Impor dari China Bikin Sepi Pasar Tanah Abang
Ibrahim Kholilul Rohman, Ph.D Pakar Ekonomi Digital FEB UI akui barang impor dari China bikin sepi Pasar Tanah Abang.
"Pada ilmu ekonomi, hal ini disebut dengan 1st degree price discrimination di mana setiap pembeli dengan daya beli yang berbeda-beda dapat di-personalized kebutuhannya,” kata Ibrahim.
Di sisi lain, Ibrahim mengungkapkan bahwa selain kemudahan dan harga murah yang didapat dalam aktivitas jual beli online, dalam jangka panjang ada beberapa kemungkinan kerugian yang akan dialami konsumen.
Seperti personalized product akan menggeser pembelian yang sifatnya wants menjadi needs.
“Sehingga seakan-akan semua barang menjadi penting untuk dibeli. Ini akan menyebabkan unnecessary spending bagi masyarakat dengan kemampuan pendapatan yang sebenarnya terbatas,” kata Ibrahim.
Sebagai konsekuensi, hadirnya digital financial platform bisa menyebabkan masyarakat on the debt trap
dengan bunga yang mahal jika gagal mengelola needs dan wants dengan bijaksana.
Digital platform juga memiliki risiko terkait data security meskipun Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi (PDP).
Dengan adanya gempuran produk impor dari luar negeri, khususnya dari China dengan harga jauh lebih
murah tentu menjadi tantangan yang berat.
Dengan opsi yang terbatas, Ibrahim menyarankan ada baiknya bila para pedagang melakukan eksplorasi untuk shifting barang penjualan ke non-mass production yang mudah di substitusi dengan barang impor dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah.
Selain itu, mereka juga harus mempelajari manfaat digitalisasi terutama bagi penjualan mereka.
“Namun, masalah ini sebenarnya jauh lebih kompleks dari pada sekedar masalah digitalisasi. Dengan network effect yang kuat, platform digital umumnya memiliki kemampuan untuk menciptakan lock-in. Kondisi ini ditandai dengan ketergantungan baik pembeli dan penjual terhadap platform sehingga mereka tidak bisa keluar dari platform tersebut.
"Secara unilateral, platform bisa melakukan filtrasi jenis komoditas apa yang menjadi trending dalam platform sehingga inilah yang saat ini terjadi di TikTok Shop. Barang-barang dari China, seperti skincare akan selalu di-up sehingga menjadi barang yang paling laku dengan exposure yang
tinggi,” ujar Ibrahim.
“Platform seperti TikTok juga bisa melakukan pseudo ban (pelarangan produk tertentu namun tidak secara resmi) untuk mencegah barang-barang yang ‘tidak mereka kehendaki’ menjadi barang
dengan exposure yang tinggi,” tambahnya.
Dalam menghadapi masalah ini, Ibrahim mengatakan bahwa mitigasinya harus didukung kebijakan
pemerintah yang sifatnya regulatory impact assessment, seperti anticompetitive conduct yang dilakukan
platform kepada produk-produk lokal.
Selain itu, platform secara unilateral juga bisa melakukan vertical integration dengan preferred logistics pengantaran dan payment-praktik yang sebenarnya juga dilarang oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Platform juga harus melakukan net-neutrality dimana setiap produk diberikan akses yang sama untuk di-up.
Agus Setiawan dan Bintang Maranatha Utama Sah Jadi Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2025 |
![]() |
---|
Khawatir Rusuh, UI Gelar Perkuliahan Daring Selama 4 Hari |
![]() |
---|
Kisah Hidup CEO Maxima Impact Ivan Ahda Calon Ketua Umum Iluni UI, Usung Asuransi Kesehatan Alumni |
![]() |
---|
Vokasi UI Bikin Heboh Jepang, Tampilkan Video Tari Tradisional Berbasis Teknologi Virtual Reality |
![]() |
---|
UI Dapat Dukungan Dana Abadi dari ParagonCorp Senilai Ro 50 Miliar, Wujud Implementasi Kolaborasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.