Ayah Bunuh Anak

Ayah Bunuh Anak di Depok, Psikolog UI Sebut Balas Dendam ke Pasangan Bisa Menjadi Motif

Penyebab orang tua membunuh anak bisa jadi didorong motif membalas dendam kepada pasangannya karena sering terlibat cekcok

Penulis: Hironimus Rama | Editor: Vini Rizki Amelia
TribunnewsDepok/Gilar Prayogo
Kapolres Depok Kombes Pol Imran Edwin Siregar (kanan) memperlihatkan Rizky Noviyandi Achmad (baju tahanan oranye) ke awak media di Polrestro Depok, Rabu (2/11/2022) 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, BEJI - Kasus pembunuhan anak oleh ayah kandung di Klaster Jatijajar, Kecamatan Tapos pada Selasa (1/11/2022) mengejutkan warga Kota Depok.

Warga terhenyak dengan aksi sadis dari Rizky Novyiandi Achmad yang tega membacok anak dan istrinya.

Akibatnya, putri sulungnya Keyla Putri Cantika (11) tewas bersimbah darah, sedangkan istrinya Nila Islamia (31) luka berat dan kini dirawat di RSCM Jakarta.

Terkait hal ini, psikolog Universitas Indonesia Nael Sumampouw mengatakan dalam psikologi kasus ayah bunuh anak ini disebut filicide.

 

Simak video berikut ini:

 

"Kasus filicide ini bisa disebabkan oleh motif balas dendam terhadap pasangan, altuis ataupun upaya treatment," kata Nael, Kamis (3/11/2022).

Dia menjelaskan penyebab orang tua membunuh anak bisa jadi didorong motif membalas dendam kepada pasangannya.

"Dalam kasus di Depok ini, bisa jadi suami merasa tidak dihargai oleh istrinya. Apalagi mereka sering cekcok," ujarnya.

Baca juga: Ayah Bunuh Anak di Depok, Wali Kelas Sebut K Memiliki Suara yang Merdu dan Pernah Juara Menyanyi

Motif kedua, lanjut Nael, bisa jadi karena alasan altruistik atau cinta.

"Orang tua berpikir bahwa membunuh anak menjadi cara terbaik mengakhiri hidup, dari pada hidup di lingkungan yang menderita," jelasnya.

Felicide bisa juga disebabkan karena motif treatment. Menurut Nael, terkadang kekerasan yang dilakukan orang tua tidak dimaksudkan untuk menyebabkan kematian anak yang bersangkutan.

Baca juga: Sayangkan Kasus Ayah Bunuh Anak di Depok, Politisi PKS Minta Masyarakat Ambil Sikap

Namun karena tidak bisa menjaga komunikasi dan mengendalikan emosi akhirnya kekerasan mengarah ke pembunuhan

"Ini sering terjadi dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga untuk mematahkan keinginan pasangan atau bisa terjadi dalam konteks perkelahian/percecokan," papar Nael.

Nael menambahkan bahwa tidak semua pelaku filicide mengalami gangguan jiwa.

"Pelaku filicide bisa jadi tidak memiliki gangguan jiwa. Mungkin itu luapan emosi sesaat yang tidak bisa dikendalikan sehingga pikiran rasional terhadap dampak perbuatannya hilang," bebernya.

Baca juga: Kasus Ayah Bunuh Anak di Jatijajar Depok, DP3AP2KB Kota Depok Beri Pendampingan Korban Selamat

Menurut Nael, filicide ini bisa dicegah oleh pelaku dengan menyadari emosi-emosi yang ada dalam dirinya.

"Orang tua perlu mengenali emosi-emosi yang ada dalam dirinya dan mencegah kecenderungan untuk melakukan kekerasan," ungkapnya.

Jika emosi-emosi dalam diri tidak bisa diatasi, orang perlu mencari pertolongan dari luar.

"Orang harus buka diri untuk mencari pertolongan daei luar. Itu bisa menjadi sarana melepaskan unek-unek dalam hati. Di sini butuh kepedulian sosial dari lingkungan sekitar," tandas Nael.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved