Kisah Inspiratif

Setia dengan Buaya Piaraannya, Warsidi Rela Gadai Motor hingga Kerja Jadi Kuli Demi Hidupi Keluarga

Setia dengan Buaya Piaraannya, Warsidi Rela Gadai Motor hingga Kerja Jadi Kuli Demi Hidupi Keluarga. Berikut Kisahnya

Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
Warsidi, karyawan Taman Buaya Indonesia Jaya 

Mengurus buaya, Warsidi pulalah yang bertugas memberi makan setiap buaya.

Saat ini, ia memberi makan buaya dua kali dalam seminggu, tepatnya di hari Selasa dan Jumat.

Biasanya, jika semua rampung, perlahan dirinya merapikan tempat buaya hingga membersihkan halaman dari ilalang.

Namun, siapa yang menduga. Pekerjaan ekstrim ini, Warsidi hanya diupah Rp 350.000 hingga Rp 400.000 setiap minggunya.

Bahkan saat awal pandemi lalu, gajinya pun sempat dipotong setengah.

Dengan raut wajah sedih, Warsidi mencoba mengingat kembali bagaimana saat alm. pemilik pertama memerhatikan betul kondisi buaya dan karyawan.

"Kalau saya ngerawat buaya itu seperti milik sendiri. Cuman beratnya itu doang, hidup disini sudah tidak ada jaminannya. Memang rumah, listrik, air tidak bayar, tetapi kan ada resikonya juga," terangnya.

Ayah dari dua anak ini pun hanya bisa mengenang masa-masa alm pemilik pertama yang tak hanya memerhatikan buaya, melainkan karyawan pula.

Perubahan yang drastis, sepeninggalan pemilik pertama pula yang membuat banyak rekan kerja Warsidi termasuk pawang buaya mengundurkan diri dan memilih bekerja di tempat lain.

"Teman saya yang dari awal 15 orang sudah keluar semua. Saya juga masih bingung ini. Mau tetap bertahan karena belum ada batu loncatan. Soalnya pengalaman saya hanya mengurus buaya," paparnya.

Warsidi juga masih berat hati jika keluar dari pekerjaannya saat ini.

Dirinya telah diberikan amanat oleh alm untuk meneruskan perawatan buaya. Apalagi ada buaya yang sejak kecil ia rawat hingga besar, yang membuat ada rasa iba jika ditinggalkan.

Lantas untuk mencukupi kebutuhannya, Warsidi mengaku tak bisa hanya mengandalkan gaji.

Setiap ada kesempatan untuk menambah pemasukan, kerja serabutan pun ia lakukan.

"Kalau dulu masih tahun 86-an saya dapat upah Rp 11.000. Itu dengan bos yang pertama. Kalau sekarang semuanya kan sudah mahal, jadi tidak bisa hanya mengandalkan gaji," terangnya.

Kesedihan Warsidi tak hanya melihat nasibnya, juga melihat taman buaya yang kini sepi pengunjung.

Sepinya pemasukan membuat taman buaya bak terbengkalai.

Buaya pun tampak kurus kekurangan makanan.

Terkadang dirinya mengingat amanat untuknya, namun terbentur oleh keadaan.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved